Bertemu dengan pengamen di perempatan lampu merah, pasti bagi penduduk kota besar seperti Jakarta, bukan hal yang langka lagi. Bahkan dalam sehari, bisa lebih dari sekali kita mengalami hal tersebut. Dan buat gw pribadi, ketemu ama pengamen udah jadi makanan sehari-hari. Di perempatan lampu merah pertama yang gw lalui dalam perjalanan menuju kantor, gw selalu bertemu dengan beberapa orang pengamen.
Pengamen di perempatan lampu merah ini semuanya anak kecil. Modus operandi mereka dalam mengamen adalah memberikan amplop kepada setiap penumpang. Setelah itu, barulah mereka memulai konser jalanan mereka. Kalau ada yang menggunakan ukulele untuk mengiringi nyanyian mereka, itu sudah paling baik. Rata2 mereka bernyanyi hanya diiringi botol aqua yang diisi pasir/beras atau bahkan ada yang hanya bermodalkan tepuk tangan.
Buat gw bagaimana mereka menyanyi, lagu apa yang dibawakan, semua itu ga penting. Karena asli, gw ga pernah benar2 mendengarkan nyanyian mereka. Kalo kebetulan ada rezeki lebih, biasanya gw langsung memasukkan uang itu ke dalam amplop dan memilih untuk mikirin hal2 lain sambil nunggu si pengamen ngambil amplopnya. Biasanya, selesai konser, si pengamen akan mengucapkan kata2 penutup dan langsung mengambil amplop yang udah di bagikan ke penumpang. Kalo dia merasa di amplop itu ada isinya, si pengamen akan mengucapkan terima kasih gaya ekspress sampe yang kedengeran cuma, "sih...". Kalo ternyata amplop ga ada isinya ya.. terima kasihnya pake gaya super express..=D
Buat gw ucapan terima kasih dari mereka, termasuk hal yang menurut gw juga sama2 ga penting. Mereka mau bilang makasih ya syukur... ngga, ya udalah... Menurut gw rezeki lebih yang gw kasih ke mereka adalah urusan gw dengan Sang Maha Pencipta. Yang bakal menentukan apakah amal tersebut bisa diterima apa ngga juga Sang Maha Pencipta. So, mereka mau berterima kasih atau ngga... ya itu urusan mereka lah...
Tapi, pagi kemaren gw mengalami hal yang lain. Pagi kemaren gw emang masih tetep ketemu ama pengamen kecil di perempatan lampu merah pertama dalam perjalanan gw ke kantor. Pagi kemaren gw emang masih tetep ngedengerin mereka nyanyi sambil bertepuk tangan. Pagi kemaren gw masih tetep ngeliat mereka membagi2kan amplop. Tapi, ada yang lain yang gw temui pagi kemaren.
Seorang bocah kecil laki2 menghampiri angkot yang sedang gw naiki. Dia mencoba membagi2kan amplop kepada penumpang di dalam angkot. Tapi, ga satupun penumpang yang mau menerima pemberian amplopnya. Si pengamen kecil tetap menggelar konsernya, tidak peduli bahwa setelah selesai dia tidak akan mendapatkan apa2. Yah... kebetulan kemaren itu gw bawa uang lebih, ya sudah gw keluarkan aja seribuan dari dompet dan langsung gw kasih ke pengamen kecil itu. Gw ga mengharapkan apa2 dari pemberian itu. Tapi, apa yang gw dapatkan sangat2 tidak gw duga. Si pengamen kecil itu menatap gw, cukup lama, dengan mata berbinar dia mengucapkan, "Terima kasih banyak ya Mbak...", sambil tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya.
Pandangan pengamen kecil itu sama dengan pandangan adek gw saat gw pulang bawain dia es krim favoritnya. Atau pandangan sepupu gw yang masih kecil saat gw beliin dia balon. Ya, pandangan yang dimiliki oleh semua anak kecil saat mendapatkan sesuatu yang sangat diinginkannya. Dan gw terlalu cuek selama ini, sampe gw ga sempet ngebales pandangan itu, bahkan hanya dengan sebuah senyuman. Gw hanya sempat mengangguk, tanpa senyum. Si pengamen kecil itu pun langsung berlalu, memamerkan uang yang didapatnya kepada temen2nya. Sekali lagi, memang hampir setiap anak kecil senang memamerkan benda2 yang berharga buat mereka ke teman2nya.
Dan pagi kemaren, menyisakan penyesalan buat gw sampe detik ini. Sebegitu cueknya gw dengan keberadaan mereka sampe2 membalas senyum pun gw ga sempet. Biar bagaimanapun mereka tetaplah anak kecil. Yang berbinar matanya setiap kali mendapat sesuatu yang sangat diinginkannya. Yang senang memamerkan barang2 berharga yang mereka miliki.
Kehidupan jalanan sudah cukup keras bagi mereka. Selama ini kita hanya bisa mengutuk orang2 yang tega memanfaatkan mereka sebagai alat pencari uang. Tapi, kita sendiri mungkin memberikan senyuman kepada mereka saja masih sulit. Bagi kita memberikan uang seribu rupiah sudah lebih dari cukup. Padahal sebuah senyuman tulus yang kita berikan ke mereka, bisa jadi sesuatu yang bakal membekas diingatan mereka dan memberika sesuatu yang nilainya lebih dari seribu rupiah.