Wednesday, November 21, 2007

Sebuah awal dan kebiasaan...

Totally not productive days...

Today is the third day of the week. It's also the third day of my non-productive days.

Since I worked in my current office, there are no days without high workload. Go to the office at 8 AM and leave it at 7 PM. And the whole day I will be dealing with writing codes and fixing bugs.

Awalnya – bekerja selama 10 – 11 jam per harinya – merupakan hal yang mengejutkan buat gw. Secara waktu kuliah dulu gw termasuk mahasiswa yang nyantai. Jam ½ 2 pagi adalah rekor begadang gw dalam rangka menyelesaikan tugas2 kuliah. Itu pun cuma sekali dalam empat tahun – dikala hampir semua temen2 gw melakukan hal tersebut setiap hari.

Setelah tiga bulan melalui hari2 yang melelahkan, akhirnya lama2 gw jadi terbiasa. Dan… ya begini nih.. akibatnya ketika untuk pertama kalinya – setelah sekian lama – gw ngerasain lagi yang namanya nganggur. Duh bosen tingkat tinggi. Seharian kerjanya cuma bolak balik ke meja orang. Ngeliatin yang empunya meja lagi ngapain. Kalo ada peluang bisa digangguin, ya gangguin. Kalo ga ada, pindah ke meja yang lain.

Asli, things that I used to have, sekarang jadi sesuatu yang aneh. Gw bahkan sempet berpikir, gimana ya kalo suatu hari nanti gw mesti berhenti bekerja. Being a fulltime-housewoman misalnya. Duh.. ga kebayang deh…

Ato mungkin… segalanya bakal terulang lagi. Ketika gw mesti kehilangan semua kesibukan ini, awalnya akan menciptakan sesuatu yang biking gw terkejut, bete, ato apapun lah itu namanya. Sampai lama kelamaan akan menjadi sesuatu yang biasa dan menjadi kebiasaan… Akhirnya kesibukan bakal menjadi sesuatu yang kembali mengejutkan buat gw… Dan begitu seterusnya…

Thursday, November 8, 2007

Seribu rupiah dan sebuah senyuman

Bertemu dengan pengamen di perempatan lampu merah, pasti bagi penduduk kota besar seperti Jakarta, bukan hal yang langka lagi. Bahkan dalam sehari, bisa lebih dari sekali kita mengalami hal tersebut. Dan buat gw pribadi, ketemu ama pengamen udah jadi makanan sehari-hari. Di perempatan lampu merah pertama yang gw lalui dalam perjalanan menuju kantor, gw selalu bertemu dengan beberapa orang pengamen.

Pengamen di perempatan lampu merah ini semuanya anak kecil. Modus operandi mereka dalam mengamen adalah memberikan amplop kepada setiap penumpang. Setelah itu, barulah mereka memulai konser jalanan mereka. Kalau ada yang menggunakan ukulele untuk mengiringi nyanyian mereka, itu sudah paling baik. Rata2 mereka bernyanyi hanya diiringi botol aqua yang diisi pasir/beras atau bahkan ada yang hanya bermodalkan tepuk tangan.

Buat gw bagaimana mereka menyanyi, lagu apa yang dibawakan, semua itu ga penting. Karena asli, gw ga pernah benar2 mendengarkan nyanyian mereka. Kalo kebetulan ada rezeki lebih, biasanya gw langsung memasukkan uang itu ke dalam amplop dan memilih untuk mikirin hal2 lain sambil nunggu si pengamen ngambil amplopnya. Biasanya, selesai konser, si pengamen akan mengucapkan kata2 penutup dan langsung mengambil amplop yang udah di bagikan ke penumpang. Kalo dia merasa di amplop itu ada isinya, si pengamen akan mengucapkan terima kasih gaya ekspress sampe yang kedengeran cuma, "sih...". Kalo ternyata amplop ga ada isinya ya.. terima kasihnya pake gaya super express..=D

Buat gw ucapan terima kasih dari mereka, termasuk hal yang menurut gw juga sama2 ga penting. Mereka mau bilang makasih ya syukur... ngga, ya udalah... Menurut gw rezeki lebih yang gw kasih ke mereka adalah urusan gw dengan Sang Maha Pencipta. Yang bakal menentukan apakah amal tersebut bisa diterima apa ngga juga Sang Maha Pencipta. So, mereka mau berterima kasih atau ngga... ya itu urusan mereka lah...

Tapi, pagi kemaren gw mengalami hal yang lain. Pagi kemaren gw emang masih tetep ketemu ama pengamen kecil di perempatan lampu merah pertama dalam perjalanan gw ke kantor. Pagi kemaren gw emang masih tetep ngedengerin mereka nyanyi sambil bertepuk tangan. Pagi kemaren gw masih tetep ngeliat mereka membagi2kan amplop. Tapi, ada yang lain yang gw temui pagi kemaren.

Seorang bocah kecil laki2 menghampiri angkot yang sedang gw naiki. Dia mencoba membagi2kan amplop kepada penumpang di dalam angkot. Tapi, ga satupun penumpang yang mau menerima pemberian amplopnya. Si pengamen kecil tetap menggelar konsernya, tidak peduli bahwa setelah selesai dia tidak akan mendapatkan apa2. Yah... kebetulan kemaren itu gw bawa uang lebih, ya sudah gw keluarkan aja seribuan dari dompet dan langsung gw kasih ke pengamen kecil itu. Gw ga mengharapkan apa2 dari pemberian itu. Tapi, apa yang gw dapatkan sangat2 tidak gw duga. Si pengamen kecil itu menatap gw, cukup lama, dengan mata berbinar dia mengucapkan, "Terima kasih banyak ya Mbak...", sambil tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya.

Pandangan pengamen kecil itu sama dengan pandangan adek gw saat gw pulang bawain dia es krim favoritnya. Atau pandangan sepupu gw yang masih kecil saat gw beliin dia balon. Ya, pandangan yang dimiliki oleh semua anak kecil saat mendapatkan sesuatu yang sangat diinginkannya. Dan gw terlalu cuek selama ini, sampe gw ga sempet ngebales pandangan itu, bahkan hanya dengan sebuah senyuman. Gw hanya sempat mengangguk, tanpa senyum. Si pengamen kecil itu pun langsung berlalu, memamerkan uang yang didapatnya kepada temen2nya. Sekali lagi, memang hampir setiap anak kecil senang memamerkan benda2 yang berharga buat mereka ke teman2nya.

Dan pagi kemaren, menyisakan penyesalan buat gw sampe detik ini. Sebegitu cueknya gw dengan keberadaan mereka sampe2 membalas senyum pun gw ga sempet. Biar bagaimanapun mereka tetaplah anak kecil. Yang berbinar matanya setiap kali mendapat sesuatu yang sangat diinginkannya. Yang senang memamerkan barang2 berharga yang mereka miliki.

Kehidupan jalanan sudah cukup keras bagi mereka. Selama ini kita hanya bisa mengutuk orang2 yang tega memanfaatkan mereka sebagai alat pencari uang. Tapi, kita sendiri mungkin memberikan senyuman kepada mereka saja masih sulit. Bagi kita memberikan uang seribu rupiah sudah lebih dari cukup. Padahal sebuah senyuman tulus yang kita berikan ke mereka, bisa jadi sesuatu yang bakal membekas diingatan mereka dan memberika sesuatu yang nilainya lebih dari seribu rupiah.

Wednesday, November 7, 2007

First of all...

Pyuh... finally... this is it, my own blog. Ini percobaan ketiga gw bikin blog. Percobaan pertama gagal karena jarak per-postingan terlalu jauh, dan akhirnya gw sadar kalo blog tersebut tidak cukup sehat untuk diterusin. Percobaan kedua gagal, karena gw bingung mau pake 'gw', 'aku', ato 'saya' di tiap postingan gw. Postingan pertama, gw pake sebutan 'saya' untuk menyebut diri gw. Postingan kedua, gw menyebut diri gw dengan 'gw', karena waktu itu ceritanya agak2 ga formal. Postingan ketiga,... gw pake kata 'aku'. Yah... akhirnya jadilah blog itu ga punya kepribadian. Dan gw memutuskan untuk tidak memosting apa2 lagi.

Dan inilah percobaan ketiga gw. Semoga kali ini bisa lebih bener =P

Buat semuanya... salam kenal yah...

Welcome to my blog. Hope you'll enjoy it. =)