Friday, February 22, 2008

Jakarta versi seorang supir taxi

Perjalanan Sudirman-Taman Mini yang ditempuh pada saat jam pulang kantor, sama sekali bukan pengalaman yang ingin dirasakan oleh setiap orang. Jalanan yang luar biasa macet, padatnya kendaraan, dan situasi jalanan yang kurang menyenangkan lainnya, bisa membuat orang lebih rela menunggu beberapa saat lagi sampe keadaan jalan sedikit membaik.

Tapi kemarin, gw ga punya banyak waktu untuk menunggu. Akhirnya, dengan terpaksa gw tempuh juga perjalanan itu. Berhubung gw berada di Soedirman dalam rangka tugas kantor, jadilah gw pilih sebuah Taxi untuk mengantarkan gw ke tempat tujuan... Toh tidak akan menambah pengeluaran :P

Dan rupanya hari itu adalah hari keberuntungan gw. Bapak supir Taxi yang gw tumpangi adalah seorang bapak separuh baya yang luar biasa ramah. Sepanjang jalan si Bapak menceritakan kisah demi kisah yang membuat perjalanan jadi terasa menyenangkan.

Bapak supir Taxi yang gw tumpangi semalam, sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 1969. Dan menurut gw itu udah lama banget. Padahal si Bapak bukan orang Jakarta asli... Bapak supir Taxi bercerita bahwa Jakarta saat ini sudah berubah 120% (walaupun agak aneh membayangkan arti 120% itu).

Di setiap jalan yang kami lewati, si Bapak supir Taxi selalu menjelaskan kondisi jalan itu waktu
zamannya dulu. "Dulu itu ya Mbak, di sini tuh sawah..." Di tempat lain, "Di sini dulu itu perumahan lho Mbak.." Dan aku sering meresponnya dengan "ooo.. gitu ya Pak.." Buatku sulit membayangkan keadaaan Jakarta seperti yang Pak Supir Taxi gambarkan.

"Dulu, tidur di bawah kolong jembatan masih enak lho Mba. Coba sekarang, boro2 tidur di kolong jembatan, nongkrong aja orang dah ga betah." Entah kenapa dan ke mana kenyamanan itu menghilang?

Selain keadaan Jakarta, Bapak supir Taxi juga menceritakan mengenai keadaan transportasi Jakarta pada saat itu. Menurut ceritanya, dulu kendaraan umum masih sangat jarang. Dan semua kendaraan umum yang ada di Jakarta bermuara di satu titik, yaitu Lapangan Banteng. Bapak supir Taxi juga memperagakan gaya kondektur zaman dulu mempromosikan kendaraannya.
"Ayo..ayo.. Jakarta.. Jakarta.." Padahal, menurut Bapak supir Taxi, si kondektur berkata seperti itu di daerah2 seperti Cililitan, UKI, dan daerah2 lainnya. Pada waktu itu, menurut Bapak supir Taxi, yang dimaksud dengan Jakarta adalah daerah Lapangan Banteng dan sekitarnya. Ongkos naik kendaraan saat itu berkisar antara Rp7-Rp10. Um... kalo dibandingkan dengan zaman sekarang, tentu harga itu sangat2 murah.

Zaman dulu di Jakarta juga sudah ada Taxi. Bapak supir Taxi, sudah menarik Taxi sejak tahun 70-an. Hampir setiap seluk beluk jalan di Jakarta, Bapak supir Taxi tahu betul. Bahkan sampe lubang2 jalannya. Bapak supir Taxi bercerita kalau Taxi zaman dulu tidak ada yang ber-AC. Tapi untuk menunjukkan kemewahan Taxi dibanding kendaraan2 umum lainnya, Taxi pada waktu itu menggunakan kipas angin. Gw ga bisa membayangkan berada di kendaraan yang ada kipas anginnya. Bisa jadi bukannya nyaman, tapi malah kembung... :p

Akhir tahun 70-an mulai-lah ada kendaraan ber-AC dan tidak lama Taxi2 ber-AC pun bermunculan. Tapi, orang pada zaman dulu belum bisa menyesuaikan diri dengan AC. Banyak orang pada waktu itu yang malah kembung atau masuk angin berada di dalam kendaraan ber-AC. Alhasil, Taxi zaman dulu dibedakan menjadi Tasi AC dan Non-AC. Persis seperti sekarang, Taxi Tarif Lama dan Taxi Tarif Baru. Tarif-nya pun berbeda, untuk tarif Taxi Non-AC argo awal menunjukkan harga Rp.400, sedangkan Taxi AC argo awal menunjukkan harga Rp.600.

Bapak supir Taxi juga bercerita mengenai kondisi ekonomi dan politik pada masa pemerintahan presiden pada waktu itu. Untuk yang satu ini, gw males ah buat cerita, takut dianggap mendiskreditkan satu pihak (apalagi yang bersangkutan sudah mangkat).

"Tapi mbak, Jakarta ga cuma kotanya aja yang berubah. Warganya juga..." Kalimat itu sempat mampir di pikiran gw cukup lama. Gw memang ga tau betul, bagaimana kondisi warga Jakarta zaman dulu. Tapi, terus terang, gw sendiri merasa ga terlalu nyaman dengan sifat penduduk Jakarta.

"Sekarang orang dah kenal sopan santun Mbak. Anak kecil manggil orang yang seumuran ama kakeknya dengan sebutan 'Bang', hanya karena orang tersebut berprofesi sebagai supir angkot atau tukang jual makanan. Orang juga dah ga pernah permisi kalo lewat di depan orang tua."
Bapak supir taxi melanjutkan, "Kalo di jalan parah lagi Mbak. Orang mau belok kiri, ambil lajur kanan. Giliran di klaksonin, bales kasih klakson. Parah deh Mbak... "

Pikiranku melayang, tidak begitu kudengarkan lagi cerita Bapak supir taxi. Di pikiranku tergambar adegan2 yang diceriitakan oleh Bapak supir taxi. Dan harus kuakui, semua itu benar sekali...

Dan kemudian, pikiranku kembali ke cerita Bapak supir taxi.
"Yah... emang sih mbak, kata orang kalo mau jadi bangsa modern, harus begitu.."
Dalam hati aku berkata, "Benarkah seperti itu... Benarkah harga yang harus di bayar untuk sebuah modernisasi adalah hilangnya kepedulian dan sopan santun?.." Entah mengapa sulit sekali untuk setuju...

Tidak terasa, gw dah sampe di tujuan. Gw lihat argo menunjukkan harga Rp.35.500,00. Gw pun mengambil Rp50.000an, dan bilang, "10rb aja Pak kembaliannya". Rp4.500 gw anggap sebagai harga untuk cerita dan perjalanan yang luar biasa menyenangkan. Meskipun menurut gw, harga itu kurang sepadan dengan yang gw dapetin selama perjalanan itu...

Tuesday, February 19, 2008

Hidup ga bisa tanpa masalah

Gila yah... hidup itu emang ga bisa tanpa masalah. Baru aja PW di suatu keadaan, eh... tiba2 udah dateng masalah2 baru. Baru aja mau santai2, menikmati ketenangan, eh... udah ada aja yang gangguin.

Hhh...

Bahkan, ketika udah merasa aman berada di suatu tempat atau di suatu lingkungan, ga butuh waktu lama untuk tempat itu berubah menjadi suatu tempat yang malah bikin kita ga pengen berlama2 ria. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang bikin kita nyaman, ga berapa lama, orang itu udah bisa bikin kita marah, kesel, sakit hati, de el el...


Pengen banget bisa punya pintu ajaib. Pengen banget punya ilmu menghilangkan memori orang.
Tapi, itu semua ga mungkin banget.
So, the only thing that I can do is... Face it!! Coz others are waiting...

Monday, February 18, 2008

To Do List

Mungkin beberapa orang sudah akrab dengan sebutan itu. Yah.. sebuah daftar yang berisi hal2 yang mesti atau ingin di lakukan dalam beberapa waktu ke depan. Daftar itu di buat bisa jadi hanya sebagai pengingat karena yang bersangkutan kebetulan adalah seorang yang pelupa, atau bisa juga dibuat untuk memotivasi diri si pembuat to do list. Nah, buat gw selama ini 'to do list' lebih sering memiliki fungsi yang pertama, sebagai pengingat. Sebenernya sih, gw bukan orang yang pelupa2 amat, tapi gw termasuk orang yang males memenuhi otak gw untuk mengingat2 hal2 kecil dalam jumlah banyak. So, daripada gw mesti menyisihkan beberapa sel otak gw untuk mengingat hal2 kecil tersebut, gw lebih pilih untuk menuliskannya :D

Barusan gw mengunjungi rumah maya kepunyaan temen gw. Di salah satu postingannya, dia membuat sebuah to do list yang akan dilakukannya tahun ini. Mengunjungi pulau, membeli suatu barang, dan lain sebagainya. Tiba2 jadi teringat dengan keinginan2 dalam hidup gw. Ga pernah ada catatan khusus, untuk mengingatkan gw tentang keinginan2 itu. Hanya sesekali terlintas di pikiran gw. Setiap tahun isinya masih saja sama. Hanya mungkin bertambah sedikit. Ya... daftar keinginan hidup gw masih tetap sama dari tahun ke tahun. Tidak banyak berkurang, hanya sesekali bertambah.

Hmm... apa karena gw tidak pernah mencatatnya, maka tidak banyak dari keinginan2 itu yang terwujud. Apa karena hanya sesekali terlintas dalam pikiran, maka gw tidak pernah benar2 ingin mewujudkannya... Entahlah...

Rasanya membuat to do list hidup (bukan hanya to do list yang mengingatkan kita akan hal2 kecil), mungkin perlu juga dilakukan. Supaya tidak hanya sesekali teringat. Tidak hanya sesekali merasa ingin mewujudkan satu diantaranya... Hingga suatu hari nanti, gw bisa mendapati to do list hidup gw sudah banyak yang terwujud, dan mulai memikirkan, kira2 apa lagi yah yang ingin gw lakukan...

Um... kalo gw mulai membuat to do list dalam hidup gw, kira2 apa yah yang bakal gw taruh di nomor satu... :D

Sunday, February 10, 2008

Sehabis hari yang buruk, akan ada hari perbaikan

Hari ini luar biasa buruk.
Rasanya ingin sekali berteriak sekeras2nya. Ingin sekali menghilang. Bahkan kalau bisa, ingin sekali memutar balik waktu ke beberapa jam yang lalu.

Hari ini benar2 hari yang menyebalkan.
Rasanya ingin sekali menangis sekencang2nya. Ingin sekali memaki. Bahkan kalau bisa ingin sekali menghajar orang yang menyebabkan gw harus merasakan hal yang tidak menyenangkan ini.

Tapi, tiba2 teringat janji makan siang dengan seorang kawan lama yang gw buat pagi tadi. Gw pun langsung mengambil hp dan menelpon teman gw itu.

+ Hi, jadi kan makan siang bareng?
- Iyalah...
+ Ya udah, gw ada di lantai 1 nih, gw tunggu yah...
- Ok. Gw bentar lagi turun..

Gw pun menunggu temen gw turun ke lantai tempat gw berada saat itu. Segala perasaan masih bercampur aduk. Sebenarnya kalo saja gw ga enak ama temen gw, gw pengen banget membatalkan janji makan siang bareng. Gw lebih pilih pergi ke tempat2 yang bisa menenangkan dan mengusir perasaan tidak mengenakkan yang gw rasakan. Tapi, berhubung gw yang buat janji untuk makan siang bareng, kurang ajar aja rasanya kalo pas jam makan siang gw tiba2 membatalkan janji itu.

Ga lama, temen gw muncul. Setelah saling bersalaman dan cipika-cipiki (biasalah... perempuan), kami berdua mengambil duit di ATM dan langsung menuju kantin untuk makan siang. Kami berdua memilih menu yang sama, soto betawi. Entah mengapa, gw sedang ingin menikmati makanan berkuah, dengan harapan kuahnya bisa menyiram hati gw yang sedang panas2nya (harapan yang aneh..).

Semangkok soto betawi dan obrolan dengan seorang kawan lama, ternyata cukup menenangkan buat gw. Sehabis makan, perasaan gw bisa lebih gw kontrol daripada sebelumnya... Tidak lama setelah kami selesai makan, gw pun pamit untuk kembali melanjutkan rutinitas harian.

Hari ini memang luar biasa buruk dan menyebalkan buat gw, tapi gw ga bisa terus-menerus berlarut2. Gw tau, adalah sangat wajar kalau gw ingin sekali mengekspresikan kekesalan dan kekecewaan gw. Entah dengan menangis, marah2, berteriak, atau apapunlah... Tapi, setelah gw pikir2 lagi, buat apa semua itu? Cuma buang2 energi aja. Apa setelah menangis masalah gw selesai? Apakah setelah teriak2 gw bisa kembali ke beberapa jam yang lalu dan mencegah terjadinya masalah? Jawabannya sudah pasti tidak.

Di dalam perjalanan balik ke kantor, gw tersenyum dalam hati. Apa yang gw alami hari ini, adalah sesuatu yang harus gw alami sebagai bagian dari pembelajaran hidup. People do mistakes...

Orang yang hebat bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi orang yang hebat, adalah orang yang bisa bangkit dari kesalahannya dan memperbaikinya (dikutip dari ucapan seorang bijak - gw lupa namanya-). Gw mungkin bukan orang yang hebat. Tapi, gw tau gw harus memperbaiki kesalahan yang sudah gw lakukan hari ini.

Ada saat di mana kita berbuat kesalahan. Mungkin ada saat untuk menyesali dan meratapinya. Tapi, pasti ada saat untuk memperbaikinya.

Sehabis hari yang buruk, akan ada hari perbaikan...